VIDEO SITU GINTUNG DARI NARASUMBER YANG TERPILIH

Minggu, 29 Maret 2009

93 Tewas,102 Masih Hilang

Sunday, 29 March 2009 ImageMENCARI KORBAN, Tim SAR yang terdiri atas aparat TNI-Polri dan sejumlah relawan menarik tumpukan puing rumah warga di lokasi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung di Kelurahan Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, kemarin. Tim SAR terus mencari korban bencana itu.

TANGERANG SELATAN (SI) – Korban tewas akibat jebolnya tanggul Situ Gintung di Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat Timur,Tangerang Selatan,terus bertambah. Hingga tadi malam,jumlah korban tewas mencapai 93 orang, terdiri atas 62 perempuan dan 31 laki-laki.

Adapun korban hilang atau belum ditemukan mencapai 102 orang. Tiga di antara korban tewas merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Ketua Posko Utama Bencana Situ Gintung Rahmat Salam menuturkan, pada pukul 19.00 WIB, upaya pencarian korban telah dihentikan.

Saat itu, tercatat 91 korban tewas telah ditemukan. Namun, sekitar pukul 21.00 WIB, ternyata petugas mendapat informasi bahwa warga di wilayah Kelurahan Rempoa,Ciputat Timur, menemukan dua korban tewas.

”Barusan kami mendengar informasi ada dua mayat lagi ditemukan warga tergenang di Kali Pesanggrahan, tepatnya di wilayah Rempoa,” ujar Rahmat di Posko Utama Bencana Situ Gintung, Ciputat Timur,tadi malam. Tanggul Situ Gintung pada Jumat (27/3) sekitar pukul 05.00 WIB jebol. Aliran air yang diperkirakan mencapai 1,5 juta meter kubik dari bendungan yang dibangun pada 1932–1933 itu menghancurkan ratusan rumah dan bangunan penduduk.

Rahmat mengatakan, pencarian terhadap para korban akan dilanjutkan hari ini mulai pukul 07.00 WIB.Tim search and rescue (SAR) masih akan melakukan penyisiran di Kali Pesanggrahan. ”Selain itu kami juga akan melakukan pendekatan dengan keluarga korban yang hilang. Sebab ada informasi beberapa korban hilang sudah dibawa keluarganya,”papar Rahmat.

Di bagian lain, penanggung jawab Posko Kesehatan Bencana Situ Gintung,Maya Mardiana,mengatakan penyakit kulit dan lukaluka mayoritas diderita pengungsi. ”Dari laporan medis yang kami terima, banyak pengungsi menderita penyakit kulit,”katanya. Dia mengatakan dari 173 pasien pengungsi korban Situ Gintung, semuanya berobat jalan dan tidak ada yang dirujuk ke rumah sakit terdekat.

Dari 173 pasien yang berobat sejak Jumat (27/3) pagi hingga tadi malam, tidak ada yang menderita penyakit yang harus ditangani medis secara serius. Selain itu, ada juga beberapa pasien yang menderita pusing dan muntah,tapi jumlahnya tidak lebih dari 5 pengungsi.

Dia mengatakan,biasanya para pengungsi menderita diare akibat sanitasi lingkungan karena pengaruh makanan dan air minum, tapi hingga saat ini belum ditemukan. Posko kesehatan yang berada di lantai I Kampus STIE Ahmad Dahlan dikelola oleh sejumlah instansi terkait seperti dari Dinas Kesehatan, RS Pelni, dan RS Bintaro, serta PMI pusat. Posko kesehatan lain juga didirikan di Kampus UMJ.

Ketua Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Basuki Supartono mengatakan,selain penyakit kulit, penyakit yang berpotensi menyerang antara lain leptospirosis, infeksi saluran napas, serta diare. Penyakit-penyakit itu akan terlihat dalam tujuh hari ke depan.

”Penyakit pascabencana ini harus segera diantisipasi,”ujar BSMI Basuki kepada Seputar Indonesia (SI) tadi malam di Cireundeu, Ciputat Timur tadi malam Basuki mengatakan, perlu ada pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh kepada para pengungsi serta warga sekitar yang terkena dampak bencana Situ Gintung.

Tadi malam, sejumlah pengungsi yang berada di sekitar lokasi tanggul mulai gelisah. Mereka mencari tempat istirahat. Sejumlah pengungsi mengaku sulit mencari lokasi yang aman untuk istirahat. ”Meski begitu,mau bagaimana lagi, saya harus tetap beristirahat dengan keadaan yang seperti ini,” ucap Resti,warga yang bermalam di tenda pengungsian dekat tanggul.

Bantuan Mengalir

Sementara itu, Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertempat di Fakultas Hukum UMJ hingga kemarin telah menerima paket bantuan dari sebanyak 69 instansi dan organisasi. ”Bantuan itu datang baik dari instansi pemerintah, swasta maupun organisasi kemasyarakatan,” ujar Tamas, petugas posko, kepada Seputar Indonesia kemarin.

Bantuan itu sebagian besar berasal dari warga sekitar. Selain logistik, bantuan antara lain berupa pakaian, obat-obatan, perlengkapan makan, selimut, peralatan mandi. Berdasarkan pantauan Seputar Indonesia hingga pukul 20.00 WIB, bantuan terus berdatangan ke posko BNPB.Puluhan petugas juga tampak sibuk menempatkan bantuan tersebut.

Sementara di sekitar Posko BNPB berdiri belasan posko, sebagian besar memberikan layanan kesehatan dan dapur umum.Posko itu berasal dari instansi swasta, organisasi masyarakat,serta partai politik. Kepala Posko STIE Ahmad Dahlan Adi Rispal Epriadi mengatakan, pihaknya saat ini membutuhkan berbagai macam alat kebersihan.Di antaranya sapu lidi,ember, sikat, alat pel.

”Barang siapa yang ingin menyumbangkan alat-alat itu, langsung dikirim ke posko ini,”katanya. Seluruh lantai di kampus STIE Ahmad Dahlan, menurut Adi Rispal, dipenuhi para pengungsi dan relawan yang bermalam untuk pencarian korban. ”Kita membutuhkan alat-alat itu karena kalau ruangan kotor dikhawatirkan penyakit bermunculan,” kata Adi Rispal.

Petugas Posko STIE Ahmad Dahlan, Berlianingsih, mengatakan, selain alat-alat kebersihan, pihaknya kini membutuhkan alatalat untuk pencarian korban seperti sepatu atau sarung tangan. ”Selain itu, dari laporan tim kami, para korban membutuhkan sandal, kaos,celana,termos,dan peralatan mandi,”ujarnya.

Pantauan Seputar Indonesia, di Posko Bantuan Logistik STIE Ahmad Dahlan hingga malam bantuan terus mengalir. Barangbarang yang dibutuhkan pengungsi seperti pakaian, minuman maupun makanan terus berdatangan.

Kesibukan para relawan yang menerima dan menyalurkan bantuan ke sejumlah lokasi pengungsian masih terlihat. Namun, meski sudah banyak bantuan yang datang, beberapa bantuan yang dibutuhkan masih jauh dari cukup seperti dana,selimut,kasur,sepatu bot untuk relawan, sarung tangan karet,linggis,dan kantong mayat.

Ribuan Orang

Sementara itu, masyarakat terus mendatangi lokasi bencana kemarin. Hingga pukul 20.00 WIB, masyarakat berdatangan lantaran ingin melihat secara langsung kondisi rumah para korban yang sudah hancur berantakan. Kondisi lokasi yang mengalami kerusakan paling parah, di sekitar Kampus UMJ, dipenuhi ribuan manusia.

Kepadatan ini mengakibatkan proses evakuasi cukup terganggu. Aparat TNI dan polisi mengaku terganggu dengan padatnya orang yang berlalu-lalang di lokasi kejadian. ”Ini membuat saya pusing, satu disuruh menyingkir,yang lain berdatangan,”ucap Bripka Lia Anggraini dari Polda Metro Jaya. Seharusnya, kata dia, perlu ada pencegahan agar masyarakat tidak bisa sembarang masuk ke lokasi.

Selain maraknya masyarakat yang datang ke lokasi, hujan yang turun sejak pukul 13.00 WIB menambah semrawutnya bekas permukiman warga yang terkena ”tsunami kecil” itu. Lumpur yang sejak pagi dibersihkan oleh petugas kembali menyebar.

Dari Medan, Sumatera Utara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan aparat TNI dan Polri untuk memberikan bantuan penuh dalam pencarian korban tewas akibat jebolnya tanggul Situ Gintung. Presiden menegaskan, pemerintah saat ini terus melakukan penanganan terhadap korban yang luka-luka di daerah pengungsian dengan memberikan bantuan logistik. (denny irawan/adam prawira/ isfari hikmat/rarasati syarief)

Sabtu, 28 Maret 2009

Lokasi Bencana Situ Gintung Jadi Tontonan, Korban Geram

[ Minggu, 29 Maret 2009 ]
Lokasi Bencana Situ Gintung Jadi Tontonan, Korban Geram
Dihajar bencana bertubi-tubi membuat masyarakat punya cara tersendiri dalam menyikapinya. Meski bagi korban, musibah banjir bah Situ Gintung mendatangkan kesedihan yang tak tertanggungkan, bagi sebagian orang bencana dahsyat itu menjadi alternatif tujuan untuk menghabiskan liburan akhir pekan.

Dari pantauan koran ini, lokasi bencana Situ Gintung di Cirendeu, Tangerang Selatan, kemarin (28/3) dipadati ratusan orang. Selain keluarga korban dan tim penolong, tak sedikit yang datang sekadar melihat-lihat. Kedatangan banyak orang yang menjadikan bencana Situ Gintung sebagai tontonan itu sama sekali tak membantu. Bahkan, bagi keluarga korban dan Tim SAR, keberadaan mereka justru membuat kesal.

Datang dengan membawa kendaraan membuat jalan menuju Ciputat macet total. Memang sebagian kendaraan hanya berlalu lalang. Namun, tak sedikit yang menyempatkan berhenti untuk melihat lokasi. Kondisi itu membuat akses jalan ke lokasi dan posko bencana di STIE Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Jakarta padat.

Para pengunjung memarkir kendaraan di sepanjang Jalan Ciputat Raya hingga sebelum kampus Universitas Islam Nasional (UIN) Syarif Hidayatullah. Area itu disewakan warga sekitar untuk tempat parkir dengan tarif sekitar Rp 2.000.

Kedatangan banyak orang itu sama sekali tak menghibur keluarga korban. Salah satunya dirasakan Suyah, 55, yang berduka karena kehilangan ibu, adik, dan dua keponakannya. "Kita jadi kayak tontonan, padahal kita sedang berduka," kata Suyah lirih.

Diceritakan Suyah, dirinya bahkan tak bisa masuk posko karena petugas menganggapnya sebagai pengunjung. "Padahal, saya mau menguburkan adik saya. Isi seperti bukan tempat bencana, tapi taman rekreasi," kata Suyah.

Yang lebih mengenaskan, sejumlah pengunjung memanfaatkan lokasi musibah Situ Gintung untuk berfoto-foto. Pengunjung, baik dari kalangan muda, orang tua, menengah, dan atas berusaha mengabadikan diri dengan latar belakang kerusakan permukiman yang sebetulnya mengenaskan itu.

Bahkan, ada juga yang sengaja datang untuk mendapat gambar latar belakang foto yang akan dimuat di situs pertemanan facebook. Salah satunya Iqbal, seorang karyawan, 29. "Selain mau lihat lokasi, saya juga mau foto-foto buat dokumentasi pribadi. Kemungkinan mau saya taruh di facebook," ujar pria yang berdomisili di Ciputat, Tangerang.

Jika Iqbal ingin mendapat foto untuk facebook, sebagian pengunjung lain datang karena tertarik dengan berita media. Seperti pengakuan seorang ibu bernama Neni Haryati yang mengaku tak sedang mencari keluarga yang mungkin jadi korban dalam musibah tersebut.

Membawa suami dan anak-anaknya, Neni hanya mengaku penasaran dengan berita sebuah media yang menyebut bencana Situ Gintung sedahsyat gelombang tsunami di Aceh. Bagaimana kesannya setelah melihat langsung? "Keren banget kayak tsunami," kata Neni.

Menonton bencana juga menjadi pemandangan sehari-hari di lokasi bencana lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Bahkan, di tempat bencana banjir lumpur yang sudah menenggelamkan enam desa itu, setiap hari dijumpai rombongan yang datang dari berbagai kota di Indonesia untuk menyaksikan pusat semburan lumpur.

Berduyun-duyunnya warga untuk menonton bencana Situ Gintung, menurut ahli hukum lingkungan Dr Suparto Wijoyo, merupakan bentuk euforia masyarakat terhadap kejadian dramatis. Pengamat sosial dari Universitas Airlangga itu menilai warga ingin menjadi bagian dari sebuah kejadian yang dicitrakan secara terus-menerus oleh televisi dan media lain. "Jadi, seolah-olah bencana itu jadi tujuan wisata," ujarnya.

Padahal, sebenarnya, tragedi Situ Gintung merupakan kejahatan pemerintahan. "Karena dicitrakan secara langsung dan terus-menerus, muncul kesan bahwa berada di lokasi bencana itu heroik, hebat, dan mengikuti perkembangan. Rakyat jadi lupa penyebab utama tragedi itu," katanya.

Karena itu, Suparto mendesak penyelidikan terhadap kasus jebolnya tanggul. "Ini bukan bencana tanpa sanksi hukum. Menurut UU No 26 Tahun 2007 ini merupakan kejahatan tata ruang," katanya.

Masyarakat yang sekadar menonton di lokasi juga tak bisa disalahkan. "Secara etis, memang kurang tepat karena banyak yang berduka sementara mereka hanya berfoto-foto. Tapi, bisa juga diambil sisi lain bahwa kesadaran sosial masyarakat terhadap sebuah peristiwa meningkat," katanya. (din/ref/jpnn/rdl/kim)

Tanggul Situ Gintung yang Jebol Tak Ditambal

Berita Utama
[ Minggu, 29 Maret 2009 ]
Tanggul Situ Gintung yang Jebol Tak Ditambal
Korban Tewas Dekati 100

TANGERANG - Departemen Pekerjaan Umum (PU) tidak akan menambal tanggul Situ Gintung di Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, yang jebol Jumat (27/3) dini hari. Setelah melakukan evaluasi dengan pihak terkait, Departemen PU memutuskan membuat saluran darurat untuk mengalirkan air hujan dan sisa tampungan di situ (danau) berkapasitas 1,5 juta meterkubik itu ke sungai terdekat, Kali Pesanggrahan.

Direktur Sungai, Danau, dan Waduk Departemen PU Widagdo mengatakan, langkah tanggap darurat itu untuk meminimalkan dampak jebolnya saluran pelimpahan air Situ Gintung. "Kami memutuskan perlu membuat saluran sepanjang dua hingga tiga kilometer menuju sungai terdekat, yakni Pesanggrahan," katanya.

Widagdo menjelaskan, sebetulnya saluran pembuangan air itu sudah ada. Namun, karena tidak pernah diawasi dan diperlihara, banyak bangunan dan rumah yang menutupinya, sehingga dangkal dan tidak berfungsi. Dengan demikian, langkah darurat PU itu hanya memfungsikan kembali saluran pembuangan yang sudah berumur 76 tahun itu. "Sisi saluran itu diperkeras dengan batu bronjong atau bahan lain," ujarnya. Pembuatan saluran air itu baru dilakukan dalam beberapa hari ke depan. Namun, Widagdo belum bisa memastikan berapa lama waktu pembuatannya.

Dia menyatakan tidak akan menambal kebocoran waduk dengan membangun dinding. Sebabnya, aliran air akan tertahan dan mendorong tanggul sisi lain waduk yang tak rusak. "Justru jika ditambal, berbahaya. Air kan cenderung mencari jalan lain, sementara debitnya tak berkurang. Itulah sebabnya, tindakan yang bisa dilakukan ialah mengalirkan air ke tempat yang aman," ujarnya.

Jebolnya jalur muntahan di Situ Gintung, menurut Widagdo, disebabkan tingginya tekanan air setelah hujan deras di kawasan itu. Curah hujan tinggi membuat tekanan air menjadi besar dan mendorong retaknya dinding tanah.

Setelah langkah darurat selesai, Widagdo menyatakan segera mengambil langkah permanen berupa perbaikan waduk. Saat ini Departemen PU merancang desain jalur muntahan baru yang mampu menampung air hingga 1,5 juta kubik atau setara kapasitas sekarang. Selain itu, ada kemungkinan membuat jalur muntahan baru di waduk tersebut. "Spillway lama rusak berat karena terjadi gerusan hingga dasar waduk atau setinggi enam meter," ujarnya.

Hingga saat ini Departemen PU masih memikirkan konstruksi yang cocok untuk pembangunan baru tersebut. Selain itu, masih perlu dilakukan analisis fotografi dan konsultasi dengan pihak terkait. "Butuh waktu sekitar enam bulan untuk itu," kata Widagdo.

Mengenai sumber anggaran penanganan Situ Gintung, baik untuk langkah tanggap darurat ataupun permanen, Widagdo mengatakan diambilkan dari daftar isian pelaksanaan anggaran 2009. "Jika tidak ada posnya, bisa dialihkan dari pos lain."

Cek Waduk Se-Indonesia

Pada bagian lain, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta daya tampung dan daya bendung waduk-waduk atau tanggul di seluruh Indonesia ditinjau ulang. Pengecekan ini guna menghindari malapetaka seperti di Situ Gintung Cirendeu, Ciputat, Tangerang, kemrin.

Menurut Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Sugeng Tri Utomo, keberadaan situ di seluruh wilayah Indonesia mulai saat ini harus terus ditinjau daya tampung dan daya bendungnya. "Yang bertugas secara teknis soal pengawasan dan pemulihan situ atau waduk adalah Departemen PU serta Balai Konservasi Sumber Daya Air," ujarnya. Sedangkan pihaknya hanya merekomendasikan mengenai pencegahan bencananya.

Menanggapi desakan BNPB itu, Widagdo mengatakan, pemerintah akan mengintensifkan rehabilitasi semua situ, waduk, dan bendungan, menyusul jebolnya tanggul Situ Gintung. Dana rehabilitasi diperoleh dari pinjaman Bank Dunia senilai USD 70 juta, mengingat dana dari APBN sangat minim. "Tahap pertama, kami memperbaiki operasional 34 bendungan dengan dana USD 50 juta," ujarnya.

Dia memaparkan, kondisi Situ Gintung dan situ lain di Jabodetabek, sudah "lelah". Sebab, kapasitas tampungnya tak lagi sesuai air yang masuk ke salurannya. "Kami tak bisa memantau situ, waduk, dan bendungan, satu per satu, sebab jumlahnya cukup banyak. Anggaran pemeliharaan hanya rata-rata Rp 1 miliar per tahun untuk semua bendungan skala besar, jauh dari memadai," ungkapnya.

Widagdo menjelaskan, usia tanggul yang efisien rata-rata 50 tahun. Namun, tanggul Situ Gintung usianya sudah 77 tahun, dan tidak diubah atau diganti karena ada perubahan fungsi. "Air dari Situ Gintung tidak lagi untuk mengairi sawah, karena lahan persawahan di sekitarnya sudah berubah fungsi menjadi permukiman dan fungsi lain. Jadi, selama ini Situ Gintung dikelompokkan menjadi waduk konservasi," jelasnya.

Terkait upaya rehabilitasi, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) tengah mempelajari kemungkinan merelokasi warga yang saat ini bermukim di sekitar Situ Gintung. "Sesuai aturan, tidak boleh ada bangunan permanen di sekitar situ. Bangunan yang menyalahi aturan harus ditertibkan," kata Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan KLH, Masnellyarti Hilman.

Menurut dia, meski bangunan situ dibangun lebih kuat dibanding sekarang, kemungkinan jebol tetap masih ada mengingat curah hujan akhir-akhir ini sangat lebat. Karena itu, opsi relokasi menjadi sangat masuk akal dan paling aman.

Data dari Walhi pada 2009 terkait alih fungsi kawasan situ di wilayah Jabodetabek, menunjukkan, dari total luas situ sekitar 2.337,10 ha, sekarang tinggal 1.462,78 ha. Di Kabupaten Bogor, terdapat sekitar 94 situ. Semula total luasnya mencapai 500 ha, kini tinggal 472,86 ha.

Selain luasnya menyusut, tingkat kedalamannya pun berkurang. Akibat pendangkalan yang dibiarkan terus-menerus, kedalaman situ yang semula lebih dari 5 meter, kini hanya berkisar 2,5-3 meter. Akibatnya, daya tampungnya pun menyusut.

Korban Dekati 100

Dari lokasi bencana dilaporkan, gabungan tim SAR dan anggota TNI terus mencari korban. Bahkan, agar mudah, dua anjing pelacak milik Polri dikerahkan untuk mencari korban yang diperkirakan tertimbun lumpur pasca surutnya air. Anggota SAR juga menyisir aliran Kali Pesanggrahan dan kawasan Tanah Kusir untuk mencari korban yang mungkin terseret arus. Selain anggota TNI dan SAR, berbagai relawan ikut terlibat dalam pencarian. Sejumlah partai politik juga ikut mendirikan posko bantuan di sekitar lokasi bencana.

Komandan Kodim Tangerang Letnan Kolonel Joni Abdi yang memimpin tim evakuasi mengatakan, pihaknya mengerahkan 480 personel. Untuk mengefektifkan pencarian, daerah yang rusak karena aliran air bah sepanjang dua kilometer akan dibagi menjadi lima zona. "Tiap zona ada 100 orang yang membersihkan," kata Joni yang juga berperan sebagai koordinator lapangan dalam penanganan bencana.

Penanganan ini amat berat karena kondisi permukiman dipenuhi lumpur.

Perwira dengan dua melati di pundak tersebut menjelaskan, selain pencairan korban, pembersihan itu untuk menyingkirkan puing-puing. "Kami menunggu didatangkannya alat berat," kata Joni. Ditambahkan, pembersihan setiap hari akan dihentikan pukul 17.00. "Mudah-mudahan tidak terganggu cuaca," imbuhnya.

Hingga tadi malam pukul 20.00, jumlah korban meninggal terus bertambah dan sudah mencapai angka 91 orang. Rinciannya 60 perempuan dan 31 laki-laki. Sebelas di antaranya belum teridentifikasi.

Sementara itu, ratusan korban yang selamat dari terjangan air situ masih bertahan di tempat pengungsian. Di antaranya di gedung Fakultas Kedokteran dan Fakultas Hukum UMJ. Dua tempat itu sengaja disiapkan untuk memisahkan korban yang masih trauma dan mereka yang sudah mulai kuat menghadapi kenyataan.

Namun, kebanyakan dari mereka mengaku tidak tahu akan tinggal di mana pascabencana jebolnya Situ Gintung. (fal/git/kim)